“-dan ini saja katakan untuk zelf-educatie kita sendiri -, kesulitan-kesulitan kita tidak akan lenjap dalam tempo satu malam. Kesulitan-kesulitan kita hanja akan dapat kita atasi dengan keuletannja orang yang mendaki gunung. Tetapi: Berbahagialah sesuatu bangsa, jang berani menghadapi kenjataan demikian itu! Berani menerima bahwa kesulitan-kesulitannja tidak akan lenjap dalam tempo satu malam, dan berani pula menjingkilkan lengan-badjunya untuk memetjahkan kesulitan-kesulitan itu dengan segenap tenaganja sendiri dan segenap ketjerdasannya sendiri. Sebab bangsa jang demikian itu, -bangsa jang berani menghadapi kesulitan-kesulitan dan mampu memetjahkan kesulitan-kesulitan-, bangsa jang demikian itu akan menjadi bangsa jang gembléngan. Bangsa jang Besar, bangsa jang Hanjakrawarti-hambaudenda. Bangsa jang demikian itulah hendaknja Bangsa Indonesia!”
Soekarno, 17 Agustus 1959, Djakarta
Penemuan kembali Revolusi kita (The Rediscovery of our Revolution)
dalam: Dibawah Bendera Revolusi jilid II, hal. 390: par.4.
“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”
Aku singa di puncak gunung
Akulah banteng, rumput dan embun
Rimba raya dikau rumahku
“Bila kita ingin disebut maju, maka buatlah satu langkah ke depan, namun apabila ingin mundur, cukuplah hanya dengan berpaling kebelakang. Itulah pecinta alam, tidak ada langkah mundur meski hanya sebatas pemikiran. Bisa jadi, bila kau tidak mengetahui dimana berdirimu, jangan berpikir sedikitpun untuk menyimpulkan bahwa dihadapanmu adalah arah depan untuk melangkah maju - lihatlah ke atas.”